Ayam Sentul merupakan ayam lokal di
Kabupaten Ciamis Jawa Barat. Ayam Sentul dipiara secara semi intensif dan dapat
dijadikan komoditas untuk meningkatkan pendapatan masyarakat Ciamis (Iskandar
et al., 2004a). Ayam
Sentul merupakan ayam lokal yang cukup baik tingkat produksinya dimana
pertumbuhanya relatif lebih cepat dan produksi telur tinggi. Menurut Puslitbangnak (2011). dibandingkan rumpun ayam lokal lain, ayam
sentul dapat dikatakan lebih unggul dalam memproduksi telur dan daging, sehingga
ayam Sentul dapat dikategorikan termasuk tipe dwiguna (pedaging dan petelur).
Ayam Sentul merupakan ayam
lokal/ayam buras asal kabupaten Ciamis-Jawa Barat, kata Sentul berasal dari
bahasa Jawa yang artinya “Kekuning-kuningan atau Kuning Keabu-abuan”. Sementara
itu di daerah Ciamis ada semacam buah yang warnanya Abu-abu kekuning-kuningan,
oleh karena itu ayam yang berkembang di daerah Ciamis yang mempunyai warna
Abu-abu kekuning-kuningan disebut ayam Sentul.
Menurut sejarah ayam Ciamis atau ayam
Sentul adalah ternak ayam peninggalan Satria Ciung Wanara dari perkawinan Raja
Galuh dengan Naganingrum. Berdasarkan hikayat, setelah dilahirkan Ciung Wanara
dihanyutkan ke Sungai Citanduy karena bukan Permaisuri Bramawidjaja (Raja
Galuh) yang sah. Sewaktu dihanyutkan dalam perahunya dibekali 2 butir telur
ayam, selanjutnya Ciung Wanara ditemukan oleh kakek dan nenek Balangantrang.
Sambil mengurus Ciung Wanara, telur ayam dicoba dieramkan bertempat di daerah
Naga Wiru (Ciamis Kota sekarang). Setelah menetas, oleh kakek dan nenek
Balangantrang terus dipiara dan berkembang dengan baik, diantara keturunannya terdapat ayam sentul jantan dengan warna bulu
“Jalak Harupat”. Ayam tersebut sangat disayangi oleh Ciung Wanara dan kemudian
diberi nama “Si Jelug” dalam setiap kontes ketangkasan Si Jelug selalu
keluar jadi pemenang. Pada saat Ciung Wanara mengikuti kontes ketangkasan
dengan ayam para bangsawan Tatar Galuh selalu menang sehingga menarik perhatian
raja Galuh untuk menandingkan ternak ayam miliknya dengan taruhan sebagian wilayah
kerajaan Galuh. Ciung Wanara menang dan mendapatkan sebagian Wilayah Galuh. Melihat
sejarahnya kiranya sudah sepantasnya bila ayam sentul dapat berkembang dengan
baik di Tatar Galuh khususnya daerah Ciamis.
Iskandar et al.(2004b) menjelaskan
bahwa kepemilikan ayam Sentul per kepala keluarga relatif kecil meskipun ayam
ini tersebar di beberapa kecamatan di Kabupaten Ciamis.
Ayam Sentul merupakan tipe ayam lokal
yang dwiguna yaitu mampu menghasilkan daging dan telur. Widjastuti (1999)
menyatakan bahwa fertilitas telur ayam Sentul yang dipelihara pada dua sistem
alas kandang yang berbeda yaitu sebesar 80% pada kandang cage dan 79% pada
kandang litter, sedangkan daya tetas telur ayam Sentul yaitu sebesar 68,41%
pada kandang cage dan 67,13% pada kandang litter. Nurhayati
(2001) menjelaskan berdasarkan penelitian yang dilaksanakan di Desa Muktisari
Kabupaten Ciamis bahwa ayam Sentul memiliki bobot badan dewasa pada jantan
sebesar 2.603,8 ± 207 g dan betina 1.408 ± 123 g, pertambahan bobt badan 70,30
± 16,87 g/hari, jumlah telur 17 ± 1 butir dan daya tetas telur secara
pengeraman alami sebesar 88,22 ± 10,2 % (waktu bertelur 21 ± 3 hari, mengeram
21 hari, mengasuh anak 60 hari dan masa istirahat 12 ± 1,5 hari).
Iskandar et al. (2004b) berdasarkan penelitian yang dilaksanakan di desa yang berbeda
dari Nurhayati (2001) dan Iskandar et al. (2005) menyatakan bahwa bobot badan
dan tinggi badan masing-masing untuk betina 1.850 g dan
46 cm dan jantan 2.500 g dan 54 cm. Nataamijaya (2005) menyatakan bahwa ayam Sentul mampu
bertelur sampai sebanyak 26 butir/periode. Rataan ukuran tubuh ayam
Sentul yang selengkapnya disajikan pada Tabel 3. Pemeliharaan ayam Sentul
secara intensif di dalam kandang batere mampu menghasilkan telur hen day
mencapai 57,14% dengan konversi pakan sebesar 3,77 (Iskandar et al., 2006).
*maaf ini hanya bahan untuk tinpus