Minggu, 27 April 2014

Dua Galur Ayam Sentul

Ayam Sentul Abu Jantan
Ayam lokal Indonesia sangat berpotensi untuk dikembangkan karena mempunyai banyak kelebihan, diantaranya kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan dan tidak rentan terhadap penyakit jika dibandingkan dengan ayam ras. Ayam Sentul merupakan ayam lokal Indonesia yang dikembangkan oleh masyarakat Ciamis Jawa Barat. Ayam Sentul tersebar hampir di seluruh wilayah di Kabupaten Ciamis, khususnya di Kecamatan Ciamis, Cijeungjing, Cikoneng, Sindangkasih, Cipaku, dan Banjarsari. Di Kecamatan Ciamis dan Banjarsari, pengembangan ayam Sentul ditangkarkan secara khusus oleh kelompok peternak, baik untuk tujuan bisnis atau pun untuk pelestarian. Ayam Sentul merupakan ayam lokal yang pertumbuhanya relatif lebih cepat dan produksi telur tinggi. Dibandingkan rumpun ayam lokal lain ayam Sentul lebih unggul dalam memproduksi telur dan daging, sehingga ayam Sentul dapat dikategorikan tipe ayam dwiguna.
Ayam Sentul memiliki beragam galur atau strain antara lain Sentul Abu (Kulawu), Putih (Debu), Emas (Jambe), Geni, dan Batu. Ayam Sentul secara umum memiliki warna bulu Abu-abu atau kelabu sebagai warna dasar yang dihiasi warna lain (Nataamijaya et al. 2003). Dibandingkan dengan galur-galur yang lain Sentul galur Abu dan Putih lebih dominan sehingga dipilih dua galur tersebut dengan harapan dapat memunculkan keseragaman dan menjadi ciri khas dari ayam Sentul tersebut. Pelestarian keragaman genetik ayam Sentul diperlukan dalam upaya mempertahankan sifat-sifat khas ayam Sentul yang dapat dimanfaatkan di masa mendatang. Salah satu cara identifikasi keragaman genetik ayam Sentul adalah mengukur morfologi dari ayam Sentul. Identifikasi dilakukan dengan cara menemukan penciri dari ayam Sentul berdasarkan ukuran (size) dan bentuk (shape). Bentuk dan ukuran tubuh ini dipengaruhi oleh genetik dan lingkungan. Tiap jenis ayam mempunyai ciri khas dari bagian tubuhnya baik ukuran maupun bentuk yang masing-masing merupakan faktor penciri.
Tersebarnya ayam Sentul dibeberapa wilayah menyebabkan terjadinya percampuran dengan ayam kampung lainnya, sehingga untuk mendapatkan ayam Sentul yang masih murni masih harus diusahakan yang didasarkan atas ciri-ciri kualitatif dan kuantitatifnya.  Ayam Sentul saat ini juga sudah berkurang populasinya di masyarakat, sehingga untuk melestarikanya harus dilakukan dengan berbagai cara. Adanya ciri-ciri kuantitatif dan kualitatif ayam Sentul harus terus-menerus dipelajari agar informasi ayam ini lama-kelamaan tidak menghilang, untuk itu peneliti tertarik melakukan penelitian tentang bobot badan ukuran-ukuran tubuh dua galur ayam Sentul galur Abu dan galur Putih serta perbedaan keduanya. Kedua galur tersebut diteliti dan dikembangkan di Balai Penelitian Ternak Ciawi-Bogor untuk dijadikan galur ayam ras lokal pedaging.

BAHAN DAN METODE
Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah dua galur ayam Sentul (Sentul Abu/Kulawu dan Sentul Putih/Debu) yang telah mencapai dewasa tubuh di Balai Penelitian Ternak Ciawi-Bogor. Ayam Sentul yang diteliti adalah ayam dewasa generasi ketiga hasil pemurnian ayam Sentul secara kualitatif kedua warna bulu di atas dan diikuti dengan seleksi pada ayam jantan dengan kriteria bobot badan umur 10 minggu. Jumlah ayam jantan dewasa yang digunakan sebanyak 20 ekor galur Abu dan 25 ekor galur Putih, sedangkan jumlah betina dewasa untuk masing-masing galur yang digunakan sebanyak 30 ekor. Rata-rata umur ayam yang digunakan adalah 644 hari (92 minggu). Peubah yang diamati meliputi bobot badan (BB), panjang dada (PD), lingkar dada (LD), panjang paha atas(PPA)/os. femur, panjang paha bawah (PPB) /os.tibia, dan panjang shank (PSh)/os.metatarsus.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan gantung kapasitas 7 kilogram dengan ketelitian 0,1 kilogram, digunakan untuk menimbang bobot tubuh ayam Sentul (satuan kilogram); pita ukur dengan panjang 150 cm ketelitian 0,01 cm, untuk mengukur panjang, lebar, dan keliling bagian-bagian tubuh yang diamati; dan alat tulis digunkan untuk mencatat hasil pengukuran.
Data sifat kuantitatif yang diperoleh dianalisis dengan rumus statistik deskriptif yang dikemukakan Sudjana, (2002), meliputi Rata-rata, Ragam, Simpangan baku, Koevisien Variasi (KV), Dugaan Rata-rata Populasi. Guna diperoleh mengetahuai perbedaan antara ayam Sentul Abu dan Putih, data yang di perolehan dianalisis dengan uji perbandingan rata-rata, yaitu uji t  tidak berpasangan (Sudjana, 2002)


HASIL DAN PEMBAHASAN
Bobot Badan (BB)
Bobot badan dalam  usaha produksi daging ayam sangat penting. Bobot badan yang tinggi, menggambarkan pertumbuhan yang baik serta perdagingan yang banyak. Berdasarkan Tabel 1 di atas, rata-rata bobot badan ayam yang paling besar yaitu Ayam Sentul galur Abu jenis kelamin Jantan. Jantan 2.892,9 g dan pada betina 1.983,9  g; Sentul galur Putih jenis kelamin jantan memiliki bobot rata-rata 2.882,3 g dan pada betina 2.012,4 g. Hasil penelitian terdahulu menyatakan bahwa bobot badan ayam Sentul dewasa 2.244,0 g pada jantan dan 1.589,0 g pada betina (Munggaran, 2004). Berdasarkan data tersebut rata-rata bobot badan hasil penelitian relatif lebih tinggi dari data yang dikemukakan Munggaran (2004). Kondisi ini mengindikasi adanya kenaikan bobot badan cukup besar yang diakibatkan oleh adanya seleksi pada ayam Sentul  yang diteliti. Ayam Sentul dewasa yang diteliti adalah hasil seleksi yang merupakan generasi ke tiga dari tetuanya. Selain pengaruh seleksi, sistem pemeliharaan, keadaan lingkungan, dan pemberian pakan juga berpengaruh terhadap bobot badan.
Hasil perhitungan pendugaan nilai rata-rata populasi bobot badan ayam Sentul betina Abu berkisar antara 1.866,1 gram sampai dengan 2.101,6 gram, sementara untuk betina Putih 1.861,6 gram sampai dengan 2.163,2 gram. Adapun nilai rata-rata jantan galur Abu 2.776,9 gram sampai dengan 3.009,0 gram, dan jantan Putih 2.742,0 gram sampai dengan 3.022,6 gram.
Dilihat dari nilai koefisien variasi bobot badan ayam Sentul galur Abu cenderung lebih seragam pada jenis kelamin jantan (9,7%), dibandingkan dengan betina (15,9%). Demikian halnya dengan galur Abu, ayam Sentul galur Putih juga menunjukkan keseragaman yang lebih tinggi pada jenis kelamin jantan (10,4%) dibandingkan dengan betina (20,1%). Budiarto (2002) menyatakan apabila nilai koefisien variasi kurang dari 10% maka dinyatakan seragam. Jenis kelamin betina galur Abu dan putih nilai koefisien variasi lebih tinggi dari jantan atau tidak seragam sedangkan jenis kelamin jantan galur Abu dan Putih seragam. Hal ini dipengaruhi kriteria seleksi, dimana pada jenis kelamin jantan pada umur 10 minggu telah diseleksi berdasarkan bobot badan sehingga pada jenis kelmin jantan seragam dari pada jenis kelamin betina yang tidak dilakukan seleksi yang sama.
Guna mengetahai perbedaan antara Sentul galur Abu dan Putih, maka dilakukan uji t-student. Hasil uji t-student menunjukan bahwa perbandingan antara bobot badan Sentul galur Abu dan Putih jenis kelamin jantan dan betina tidak berbeda nyata (P>0,05). Hal ini menunjukan bahwa galur Abu dan Putih pada ayam Sentul jantan dan betina tidak ada perbedaan bobot badan. Tidak berbeda nyata  tersebut disebabkan oleh kriteria seleksi yang sama yaitu bobot badan umur 10 minggu (Iskandar et al., 2012). Selain seleksi tersebut yang dapat menyebabkan kesamaan bobot badan antara dua galur ayam Sentul tersebut adalah genetik antar keduanya yang kemudian didukung oleh keadaan lingkungan seperti kebutuhan pakan, suhu, kelembaban dan sistem pemeliharaan. Sesuai dengan pendapat Mansjoer (1985) yang menyatakan siafat kuntitatif dipengaruhi oleh sejumlah pasang gen yang bereaksi secara aditif (dominan maupun epistatik), dan lingkungan dapat mempengaruhi keragaman sifat fenotipik.

Ukuran Panjang Dada (PD)
            Dada merupakan tempat peletakan daging yang banyak, sehingga dapat menunjukkan produksi daging (Mansjoer, 1985). Hasil penelitian mengenai ukuran panjang dada dua galur ayam Sentul galur  Abu dan Putih dapat dilihat pada Tabel 1, menunjukkan rata-rata panjang dada pada ayam Sentul galur Abu jenis kelamin betina 15,1 cm dan pada jantan 17,4 cm, sedangkan pada galur Putih jenis kelamin betina 15,0 cm dan pada jantan 17,5 cm. Menurut Munggaran (2004) rata-rata panjang dada Sentul betina 9,5 cm dan pada jantan 11,6 cm. Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa rata-rata panjang dada pada penelitian ini lebih besar. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan rata-rata panjang dada pada ayam Sentul yang diteliti sebelumnya. Terjadinya peningkatan ini disebabkan kedua galur  ayam sentul yang diteliti sudah sangat peka terhadap keadaan lingkungan sehingga perubahan lingkungan yang sedikit saja dapat mempengauhi korelasi dari dua sifat yang diukur.
Nilai hasil pendugaan rata-rata populasi panjang dada Sentul betina galur Abu diperoleh 14,8 cm sampai dengan 15,5 cm, sedangkan galur betina Putih 14,5 cm sampai dengan 15,6 cm. Sentul jantan galur Abu 17,0 cm sampai dengan 17,8 cm, dan jantan galur Putih berkisar antara 17,1 cm sampai dengan 17,9 cm.
Nilai kofisien variasi ukuran panjang dada menunjukkan nilai yang seragam yaitu di bawah 10%. Koefisien variasi tingkat keseragaman yang  paling tinggi pada ayam Sentul jantan galur Putih sebesar 4,8%, selanjutnya pada ayam Sentul jantan galur Abu sebesar 5,8%. Kemudian pada ayam Sentul betina galur Abu menunjukkan nilai keragaman lebih tinggi sebesar 6,3%, sedangkan betina galur Putih memiliki keragaman paling tinggi sebesar 9,1%. Hal ini menunjukkan bahwa jantan pada dua galur lebih seragam dari betina pada masing-masing galur tersebut.
Hasil analisis uji t-student  menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata (P>0,05) antara ukuran panjang dada ayam Sentul galur Abu dan Putih jenis kelamin jantan dan betina. Menurut Mansjoer (1985) Dada merupakan tempat peletakan daging, sehingga dapat menunjukan produksi daging pada seekor ternak ayam. Semakin banyaknya produksi daging pada dada maka bobot badan akan lebih besar. Tidak adanya perbedaan yang nyata dipengaruhi seleksi dan genetik  antar kedua galur selain juga dipengaruhi oleh lingkungan. Lingkungan disini termasuk pakan, kelembapan suhu, dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadapnya, sedangkan genetik merupakan potensi yang dimiliki oleh individu yang diturunkan tetuanya. Sifat produksi yang diturunkan oleh tetuanya akan berkembang secara maksimal apabila didukung oleh lingkungan yang baik.

Ukuran Lingkar Dada (LD)
Menurut Mansjoer (1985) lingkar dada pada ayam berhubungan pada produksifitas daging. Lingkar dada merupakan lingkar tubuh dari belakang sayap beserta tulang dada.  Hasil pengukuran lingkar dada dapat dilihat pada Tabel 1. Ukuran Lingkar dada pada ayam Sentul jenis kelamin betina galur Abu memiliki rata-rata 32,5 cm dan pada jantan 35,2 cm; sedangkan galur Putih rata-rata 32,7 cm pada betina dan 35,8 pada jantan. Menurut Munggaran (2004) ayam Sentul memiliki lingkar dada 29,0 cm pada betina dan 32,9 cm pada jantan. Ukuran lingkar dada yang dihasilkan pada penelitan ini lebih tinggi dibandingkan hasil sebelumnya, karena ayam Sentul merupakan hasil seleksi. Penelitian yang dilakukan Munggaran (2004) belum mengalami seleksi.
Besarnya nilai pendugaan rata-rata populasi dari pengukuran lingkar dada setiap galur ayam Sentul adalah berkisar antara 31,9 cm sampai 33,2 cm pada betina Abu, dan 31, 8 cm sampai 33,5 cm pada betina Putih, sedangkan pada jenis kelamin jantan Abu berkisar antara 34,4 cm sampai 35,9 cm dan jantan Putih berkisar antara 35,1 cm sampai dengan 36,5 cm.
Tingkat keragaman ukuran lingkar dada pada kedua galur baik jantan maupun betina dapat dikatakan seragam. Nilai koefisien variasi yang didapatkan paling rendah sebesar 4,0 % (ayam Sentul jantan galur Putih) dan  tertinggi adalah 7,1 % (ayam Sentul betina galur Putih). Hal ini dipengaruhi oleh seleksi yang dilakukan, dimana seleksi dengan kriteria bobot badan umur 10 minggu telah dilakukan pada ayam jantan (Iskandar et al., 2012), sehingga pada ayam jantan lebih seragam di banding ayam betina.
Menurut hasil analisis uji t-student yang dilakukan menunjukan bahwa dua galur ayam sentul tidak berbeda nyata (P>0,05), karena kondisi pemeliharaan dan pembarian ransum yang sama. Berdasarkan kekerabatannya kedua galur ayam sentul sangat dekat sehingga pada ukuran-ukuran sifat fenotipnya banyak kesamaan. Hasil ini seperti yang dinyatakan oleh Sartika et al., (2004) bahwa ayam Sentul dan ayam Kampung sangat dekat kekerabatanya karena berdasarkan fenotipnya ayam kampung banyak kesamaannya dengan ayam sentul. Potensi yang dimiliki oleh seekor ternak akan muncul dengan sitem pemeliharaan dan pemberian pakan yang baik